• Home
  • Current: Stories

Strategi PR: Quality vs Quantity, Lebih Penting Mana?

13 Oct 2020 | STORIES | 0 Comment
Title News

Ilustrasi foto oleh Robert Ruggiero

Dalam percakapan sehari-hari, baik secara langsung maupun di media sosial, saya suka mendengar pendapat yang menyayangkan mengapa brand A tidak banyak meluncurkan produk seperti brand B. Di sisi lain, tak sedikit juga masyarakat yang terkadang nyinyir, “Wah mereka launching produk baru lagi? Emang laku?Waduh, serba salah nggak tuh? Hal-hal seperti ini banyak terjadi dalam berbagai konteks, absolutely PR menjadi salah satunya. Sebenarnya apa sih yang harus menjadi prioritas? Quality atau quantity? Mari kita bahas!

Quality vs Quantity’ dalam ruang lingkup Public Relations

Seperti apa penerapan ‘quality vs quantity’ ini dalam dunia PR yang ideal? Mana yang lebih penting? Sebagai konsultan PR yang mewakili klien sekaligus agensi tempat saya bekerja, tentu quality menjadi hal yang penting. Bagaimana para konsultan perlu memberikan perhatian lebih; memikirkan strategi yang efektif dan relevan; serta mengeksekusi setiap pekerjaan secara mendetail sehingga mampu memperoleh hasil yang baik.

Hakikatnya, tugas utama atau tujuan akhir yang ingin dicapai oleh konsultan PR adalah bagaimana kita tak hanya dapat meningkatkan, tetapi juga mempertahankan reputasi dan kredibilitas klien. Caranya adalah dengan melakukan rangkaian kegiatan PR dan berkolaborasi dengan berbagai pihak serta tokoh masyarakat yang menjadi pihak ketiga. Dalam hal ini, pihak ketiga memiliki kebebasan untuk mengomunikasikan pesan terkait klien dari perspektif mereka masing-masing. Pada akhirnya, hal positif yang disampaikan oleh pihak ketiga itulah yang menciptakan kredibilitas di mana dapat diraih dengan senantiasa dipertahankan quality di setiap prosesnya.

Jika quality begitu penting, lantas apakah quantity tidak perlu dihiraukan? That’s a big no-no!

Better quality terbentuk berkat higher quantity 

Ketika quality amat penting, maka pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana kita bisa menghasilkan pekerjaan yang high-quality?” Personally, saya merasa bahwa disitulah quantity menjalankan peranannya.

Salah satu contohnya saat saya hendak membuat artikel yang bertujuan untuk menyampaikan pesan klien kepada publik. Untuk menghasilkan artikel yang high-quality sehingga lebih mudah untuk diterima di masyarakat, saya tahu bahwa kuncinya adalah membuatnya menarik seperti misalnya dengan memasukkan data dan perspektif baru, juga mengemas artikel dengan angle yang segar. Namun, pada praktiknya, bagaimana saya bisa tahu artikel yang saya buat dapat memenuhi kriteria tersebut?

Yup, jawabannya terletak pada quantity. Semakin kita banyak membaca berbagai referensi, mencari tahu tren terkini, dan menuangkan hal-hal tersebut ke dalam tulisan, maka tanpa kita sadari, lambat laun kita akan berevolusi menjadi diri kita yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan jurnalis sekaligus penulis ternama, Malcolm Gladwell dalam bukunya yang berjudul Outliers: The Story of Success di mana beliau menyampaikan, ”The key to mastering a skill is practice,” dan “Ten thousand hours is the magic number of greatness.”

Kecepatan perkembangan kita untuk mencapai quality yang diharapkan tentu akan bergantung pada quantity atau seberapa besar effort yang kita keluarkan. The more we learn, the better we get. Resepnya adalah untuk menyadari bahwa selalu ada kali pertama dalam segala hal, percaya akan potensi yang kita miliki, dan berikan upaya maksimal secara konsisten karena usaha tak akan menghianati hasil.

Menelaah peranan ‘Quality vs Quantity’ lebih dalam

Sebenarnya pertanyaan ‘quality vs quantity’ ini mirip dengan ‘papa vs mama’, di mana saya memiliki pandangan yang serupa untuk keduanya. Kata kuncinya adalah ‘tergantung’, di mana setiap individu bisa condong ke ‘pihak’ yang berbeda untuk konteks yang berbeda pula. Membahas tentang ‘papa vs mama’, seorang anak mungkin cenderung mengutamakan mama saat ingin mengutarakan isi hatinya: merasa mama-nya dapat dengan mudah memahami perasaannya. Namun, kondisi tersebut dapat berbalik ketika si anak ingin membeli sesuatu: memahami papa-nya lebih simple dan tidak memiliki banyak pertimbangan.

Gagasan tersebut juga berlaku dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan PR, apakah berdasarkan jumlah coverage (quantity) atau jenis coverage (quality) yang dihasilkan. Ada dua faktor utama yang perlu diperhatikan: 1) tujuan yang ingin dicapai oleh klien, serta 2) target audience yang ingin dituju. Apabila klien ingin memperkenalkan produk baru kepada khalayak umum, maka quantity menjadi prioritas utama. Akan tetapi, jika klien menargetkan segmen khusus untuk menggunakan produk dan layanan mereka, tentu quality menjadi jawaban yang dicari.

Hal tersebut tidak hanya membantu praktisi PR saat hendak membuat strategi komunikasi, tetapi juga menjelaskan bahwa keragaman aktivitas PR seperti press conference, media briefing, story pitch, dan kawan-kawannya memiliki peranannya masing-masing. Tujuan akhirnya, ya tentu untuk memenuhi si quality atau quantity yang sebelumnya dibahas. Seperti yang pernah Mas Mercy bilang, “When you develop a PR plan, always remember to think about the destination to begin with, then decide how to get there.”

Oleh karena itu, saat pertanyaan ‘quality vs quantity’ muncul, pastikan kita tahu apa yang ingin kita capai untuk menentukan cara mewujudkannya dengan memusatkan perhatian sesuai prioritas. Juga, tidak lupa untuk menyadari dan menanamkan prinsip bahwa quality akan dimiliki ketika kita fokus menghasilkan quantity dengan menjalani proses kehidupan.

Selain ‘quality vs quantity’, apakah kalian memiliki pertanyaan serupa yang masih membingungkan? Don’t hesitate to share!

Anggelin is a would-be artist with passions for art, music, and travel.
Comments
Leave your comment