• Home
  • Current: Stories

4 Sekawan yang Menguasai Dunia di Era 90an

05 Feb 2021 | STORIES | 0 Comment
Title News

Musik: sebuah bentuk hiburan yang dapat dinikmati oleh semua orang. Setiap hari, orang mendengarkan lagu-lagu dari musisi favorit mereka sambil bekerja, menyetir, berolahraga, maupun beristirahat. Namun, apakah musik dapat mengubah tren di seluruh dunia? Ya, itulah yang terjadi pada awal tahun 1990an dengan fenomena musik grunge. Jenis musik yang berasal dari Seattle, Amerika Serikat ini berhasil mempengaruhi tren pada saat itu, hingga menciptakan subkultur yang baru. 
Soundgarden merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab atas suksesnya fenomena grunge. Soundgarden sendiri merupakan band yang dibentuk pada tahun 1984. Grup musik yang beranggotakan Chris Cornell, Kim Thayil, Matt Cameron, dan Ben Shepherd ini mendapatkan sorotan publik melalui lagu-lagu hits mereka seperti “Black Hole Sun”, Outshined”, dan “Spoonman.

Kehadiran Soundgarden dan band lainnya di tahun 1990an memikat publik dengan aksi mereka yang “apa adanya”. Mereka percaya diri dengan baju dan tampang yang acak-acakan ketika sedang tampil maupun diwawancara oleh wartawan. Hal ini disambut baik oleh publik dan media, sebab tren ini sungguh berbeda dengan musisi pada era 1980-an yang identik dengan baju mewah dan dandanan yang tebal.

“Kami tampil bukan untuk meniduri gadis-gadis ataupun mabuk-mabukan. Kami hanya mau membuat telinga kalian sakit dengan musik kami,” ucap gitaris Soundgarden, Kim Thayil pada wawancara dengan Kerrang!.

                                   Penampilan musisi di tahun 1980an (kiri) dan 1990an (kanan)

Kesederhanaan mereka bukan dibuat-buat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Sebaliknya, mereka memang tidak nyaman dengan perhatian masyarakat dan media pada saat itu. Sebisa mungkin, mereka lebih nyaman menghindari sesi wawancara dengan wartawan. Justru hal tersebut semakin mendorong para wartawan untuk menghujani mereka dengan berbagai pertanyaan. 

Memang, kebiasaan tersebut terkesan bertolak belakang dengan PR/marketing rules yang kita semua ketahui. Alih-alih mengejar media untuk meningkatkan pemberitaan mereka, keempat musisi ini malah berusaha mengurangi interaksi mereka dengan media. Malah, wartawan yang berlomba-lomba mengejar mereka untuk pemberitaan. Mungkin saja mereka cukup cermat dalam mengamati kejenuhan masyarakat di era itu, yang sudah muak dengan hal-hal yang terlalu dikomersialisasikan. Namun, mereka tidak bisa terus-menerus menghindari media, sebab mereka juga membutuhkan coverage untuk membantu meningkatkan pamor mereka.

Soundgarden juga berpengaruh penting pada dunia musik dalam segi lirik. Berbeda dengan angkatan-angkatan sebelumnya yang cenderung mengeksploitasi lirik dengan tema “berpesta” ataupun cinta, mereka tidak sungkan mengekspresikan perasaan mereka melalui musik. Oleh karena itu, jangan heran jika lirik lagu pada era ini sering dianggap cukup gelap dan berat, karena sering bersinggungan dengan isu seperti depresi. Simaklah lagu “Fell on Black Days”, lagu yang ditulis oleh vokalis Soundgarden, Chris Cornell.

“Lagu ini mencerminkan ketakutan yang ada di dalam diri saya selama bertahun-tahun. Perasaan ini juga dirasakan oleh banyak orang. Satu hari, anda puas dan bahagia dengan kehidupanmu. Namun tiba-tiba, perasaan tersebut berubah menjadi suatu ketidakbahagian yang ekstrim yang membuatmu ketakutan. Satu hari, anda akan merasakan kalau hidup anda benar-benar berantakan!” ucap Chris Cornell. 

Keberanian mereka dalam mengekspresikan diri mereka yang rentan akan depresi disambut baik oleh masyarakat, serta merubah stereotip pada saat itu yang berpendapat bahwa orang yang mengaku stres dan depresi adalah orang yang tidak “keren” dan sebaiknya dijauhi. Semua orang seakan merasa nyambung dengan lagu-lagu mereka, yang pada akhirnya mendorong kesuksesan mereka. Bahkan, NY Times pernah membuat sebuah artikel yang berjudul “When Grunge Made Blue-Collar Culture Look Cool”.

Kekaguman masyarakat akan Soundgarden dkk. berubah menjadi sebuah histeria yang mendunia. Lagu-lagu mereka menjadi langganan di berbagai stasiun radio. Video klip mereka dimainkan setiap harinya di MTV. Tidak tanggung-tanggung, pakaian dan gaya mereka bahkan menjadi tren fashion sendiri. Tiba-tiba, semua orang menggunakan kaos hitam dan jeans robek dengan rambut yang gondrong. Chris Cornell bahkan mengakui bahwa alasan dia memotong rambutnya pada akhir 1990an adalah karena ia sempat mengalami identity crisis.

 

 

Chris Cornell sempat mengaku bahwa ia mengalami identity crisis

30 tahun telah berlalu dan tren grunge sudah pudar. Soundgarden pun sudah bubar dengan kematian Chris Cornell pada tahun 2017 silam. Namun, dampak yang telah ditanam oleh grup musik ini masih terasa hingga sekarang. Dewasa ini, para artis sudah tidak takut lagi mengekspresikan diri mereka dengan bebas melalui lirik-lirik mereka, bukan hanya terkait cinta. Musisi pun masih sering meng-cover lagu-lagu Soundgarden, seperti Brandi Carlile, Norah Jones, dan Johnny Cash yang legendaris. Jadi, tunggu apalagi? Yuk coba dengar lagu-lagu mereka: “Blow Up the Outside World”, The Day I Tried to Live, Rusty Cage”, danSlaves and Bulldozers.

 

 

Written by: Alvin Winston
Comments
Leave your comment