Sumber foto: Unsplash/Andrea Piacquadio
Ada banyak cerita yang menjual ide kesuksesan. Hanya dengan beberapa klik di mesin pencarian digital, seseorang bisa mengetahui kisah inspiratif Bill Gates atau sekedar tips meninggalkan kebiasaan buruk. Definisi sukses yang dipakai umumnya digambarkan dengan karir cemerlang, harta berlimpah, memiliki pasangan sempurna, dan terlahir di keluarga ideal. Sukses dan bahagia kadung menjadi hasrat manusia.
We are so obsessed with success that we forbid a single setback.
Rasanya haram kalau di masa muda kita tidak kerja, kerja, kerja sampai sakit liver, tidak lulus tepat waktu, tidak memiliki jabatan tertentu di usia 30 tahun, atau tidak mencapai financial freedom di usia 40 tahun. Tidak boleh sampai gagal. Maju terus pantang mundur.
Pertanyaannya: is there anyone immune to failures?
Sebut saja Steve Jobs, George Lucas, Elon Musk, atau Bapak Jokowi. Bukan fenomena baru bahwa keempat orang di atas dan tokoh-tokoh paling sukses di dunia lainnya pernah mengalami paling tidak satu kegagalan dalam hidupnya. Namun, seperti yang kita tahu, mereka selalu menemukan cara untuk kembali dengan lebih kuat dan siap.
Berikut beberapa pandangan yang mungkin bisa membantu kita berdamai dengan kemunduran (setback). Ya, kemunduran bukan kegagalan, karena itu artinya kita tidak berhenti mencoba.
-
Kemunduran tidak menentukan siapa kita
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kellogg School of Management Northwestern University menemukan bahwa setback dapat memicu kesuksesan di kemudian hari. Studi tersebut menganalisis data dari para ilmuwan yang mengajukan permohonan grant di awal karir mereka. Data kemudian dibagi ke dalam dua kelompok - mereka yang berhasil dan mereka yang gagal.
Setelah itu, mereka mempelajari berbagai makalah yang diterbitkan oleh para ilmuwan yang sama selama dekade berikutnya dan menemukan bahwa mereka yang termasuk dalam kategori “kelompok gagal” ternyata 6,1% lebih mungkin menerbitkan makalah berdampak besar dibandingkan “kelompok berhasil”. Untuk itu, jangan jadikan kemunduran sebagai label diri, melainkan gunakan itu sebagai katalisator yang mendorong kita menjadi lebih baik.
-
Adopsi growth mindset
Ubah pola pikir buruk dan adopsi growth mindset. Seseorang dengan pola pikir berkembang percaya bahwa pengetahuan dan bakat dapat dikembangkan dengan terus belajar, melalui strategi yang baik, dan kritik yang membangun. Mereka cenderung mencapai lebih dari mereka yang percaya bahwa bakat hanya talenta bawaan (fixed mindset).
Dengan memiliki growth mindset, seseorang tidak takut untuk terlihat pintar atau bodoh, namun fokus memanfaatkan energinya untuk belajar dan memperbaiki diri. Sebagaimana diucapkan Carol Dweck, penulis buku Mindset: The New Psychology of Success,“The passion for stretching yourself and sticking to it, even when it's not going well, is the hallmark of the growth mindset. This is the mindset that allows people to thrive during some of the most challenging times in their lives.”
-
Coba jalan lain
Motivasi untuk bangkit memang cenderung sulit untuk ditemukan ketika seseorang sedang mengalami kemunduran. Untuk itu, penting bagi kita mencari tahu dan mengidentifikasikan hal-hal lain yang bisa dikendalikan dan selanjutnya mengambil langkah-langkah tindakan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah apa yang menjadi keahlian atau kegemaran kita. Tidak semua peran/pekerjaan/hal cocok untuk kita, untuk itu fokus pada apa yang kita bisa dan suka lakukan, lalu berikan usaha yang terbaik.
Apabila dilihat dari sudut pandang dekat, kemunduran memang sulit dan mengecewakan. Namun, bila dilihat untuk jangka panjang, kemunduran bisa menjadi peluang besar bagi seseorang dapat mempelajari dirinya sendiri, menemukan sumber motivasi baru, maupun memperoleh pengetahuan berharga untuk masa depan.