• Home
  • Current: Stories

(Par 1) Tren Body Positivity: Sebuah Apresiasi atau Bentuk Kecemburuan Sosial

14 Jul 2021 | STORIES | 0 Comment
Title News

Beberapa saat belakangan ini jagat media sosial dihebohkan dengan argumen dari seorang influencer yang memberikan pandangannya di Instagram akan standar kecantikan yang kini diterapkan di kalangan masyarakat hingga industri bisnis kecantikan. Menurutnya, standar kecantikan yang berlaku saat ini mengubah gambaran akan kecantikan yang selama ini ia pahami sejak kecil. Bahkan, ia merasa adanya tren kampanye body positivity merupakan bentuk kecemburuan sosial di kalangan masyarakat yang tidak bisa mencapai standar kecantikan yang sebelumnya telah diterapkan. 

 

Hal ini tentu mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat. Banyak yang mendukung, tapi banyak juga yang menyayangkan tindakan yang dilakukan influencer tersebut. Nah, supaya kamu tidak salah kaprah, yuk pahami lebih dalam makna dari tren body positivity!

 

Kampanye body positivity sudah ada sejak tahun 1960an yang merupakan bentuk perlawanan terhadap diskriminasi kepada mereka yang bertubuh gemuk di New York, Kampanye ini mengajak kita untuk menerima dan mencintai diri apa adanya. Hal ini menjadi tren terbaru di kalangan masyarakat. Banyak yang mulai berani menunjukkan kekurangan yang ada pada dirinya serta membagikan kisah perjalanan mereka untuk bisa menerima segala kondisi tubuhnya.

 

Beberapa tahun belakangan ini semakin banyak brand yang turut memberikan kontribusi mereka terhadap kampanye ini sebagai jawaban akan kebutuhan tubuh masyarakat yang beragam. Seperti Victoria Secret, yang sebelumnya selalu menampilkan deretan perempuan cantik nan seksi dalam setiap peragaan busananya, kini mulai menyadari pentingnya inklusivitas dalam industri fashion. Meski sedikit terlambat, namun kini Victoria Secret memilih sejumlah model bertubuh ‘plus’ untuk memeragakan koleksi terbarunya yang lebih variatif. Di Indonesia sendiri, banyak brand skincare maupun fashion yang mendukung kampanye body positivity dengan menggunakan model dari kalangan masyarakat biasa yang memiliki beragam bentuk tubuh untuk mempromosikan produknya.

 

Sebenarnya tren body positivity memiliki tujuan yang positif yaitu untuk mengubah persepsi atau cara pandang setiap orang akan kondisi tubuh mereka dan orang lain. Sehingga mereka bisa lebih fokus untuk melakukan hal positif dan tidak membanding-bandingkan dengan kondisi tubuh orang lain yang dianggap lebih sempurna. Justru, dengan adanya kampanye body positivity ini, masyarakat harus bisa saling mengapresiasi dan saling menjaga satu sama lain.

 

Sayangnya, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang bingung akan definisi sebenarnya dari body positivity yang kemudian menghadirkan pandangan yang berbeda. Seperti hasil survey dari Psychology Today melalui aplikasi Whisper. Ada 35,1% pengguna mengartikan body positivity sebagai ‘being okay with flaws’, 29,3% menyebutnya sebagai ‘loving yourself’, 21,1% sebagai ‘being confident’, dan 14,5% sebagai ‘appreciating your body.’

Data tersebut menunjukkan bahwa tren body positivity saat ini terlalu fokus pada penampilan fisik dibanding fungsi dan kesehatan dari tubuh itu sendiri. Masyarakat digiring untuk menerima semua bentuk dan ukuran tubuh tanpa memikirkan aspek kesehatan. Body positivity juga bisa menjadi toxic positivity ketika justru berdampak buruk bagi diri kita sendiri. Ketika ‘konsep’ body positivity itu buat kita hanya sekedar menerima keadaan tubuh, tapi kita tidak mau mengubah tubuh menjadi lebih baik lagi.

Contohnya kasus obesitas, jika kita hanya memahami sebagian dari kampanye body positivity mungkin kita akan mulai menerima kondisi tubuh tersebut. Parahnya, justru kita membiarkan orang yang mengalami obesitas untuk tetap makan dalam porsi banyak tanpa mempedulikan kesehatannya. Padahal, dibalik itu semua obesitas justru bahaya karena bisa menimbulkan berbagai macam penyakit serius. Body positivity yang dilakukan berlebihan bisa menjadi bumerang untuk kita sendiri. 

Maka dari itu, kita harus memahami tentang kampanye body positivity secara menyeluruh. Mencintai diri sendiri sebenarnya cukup dengan memberikan yang terbaik untuk tubuh kita. Berusaha untuk punya kehidupan yang memuaskan dan sejahtera tanpa masalah kesehatan apapun. Jangan sampai body positivity malah menjadi toxic positivity. 

Written by: Ade Ristya
Comments
Leave your comment