• Home
  • Current: Stories

Peran Influencer dan Praktisi PR di Era Pemasaran Modern

27 Oct 2021 | STORIES | 0 Comment
Title News

Photo source: Photo by Ron Lach from Pexels

--

Kehadiran influencer atau yang saat ini sering disebut sebagai Key Opinion Leader (KOL) satu dekade terakhir menjadi salah satu faktor penentu paling populer dalam pengambilan keputusan membeli bagi konsumen. Pemaparan yang subjektif terhadap suatu produk yang dibuat para KOL di laman media sosialnya menjadi tempat para konsumen mencari informasi untuk menentukan pilihan yang juga dapat menimbulkan rasa percaya bahkan keinginan untuk mempunyai produk tersebut.  

Melihat tingkah laku masyarakat tersebut, tidak heran jika banyak brand yang melakukan pemasaran influencer untuk meningkatkan brand exposure. Saat ini, bekerja sama dengan influencer sering menjadi bagian dari kegiatan PR untuk menjangkau target audience dan mendapatkan pelanggan.  

Namun, seefektif apa kegiatan pemasaran menggunakan influencer? Penggunaan influencer dalam kegiatan komunikasi merupakan cara untuk mencapai tujuan komunikasi dan pemasaran dari suatu brand. Namun bukan berarti semua kegiatan kolaborasi dengan influencer selalu membuahkan hasil yang baik. Di situasi seperti ini lah diperlukan kemampuan praktisi PR untuk melakukan riset dan analisa, serta menggunakan relasi dengan para influencer untuk mencapai tujuan kegiatan kolaborasi antara brand dan para influencer tersebut. Sebelum membahas lebih lanjut soal peran praktisi PR, ada baiknya jika kita memahami posisi influencer dalam era pemasaran modern yang dimulai dari tahapan keputusan membeli konsumen.

 

Tahap Keputusan Membeli Konsumen

Bagaimana pun bentuk strategi pemasarannya, tujuan akhirnya tetap sama, yaitu meningkatkan penjualan agar perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar. Berdasarkan Philip Kotler (2002), fungsi pemasaran di antaranya adalah mengembangkan dan menyebarkan komunikasi persuasif untuk merangsang pembelian. Pemahaman ini menunjukkan di mana masyarakat mendapatkan informasi dan didorong untuk membuat keputusan membeli. 

Kotler juga menjelaskan bahwa saat membuat keputusan membeli, umumnya masyarakat mempunyai tahapan yang serupa. Terdapat lima tahap, yaitu mengenali kebutuhan, mencari informasi, mengevaluasi alternatif lain, membuat keputusan membeli, dan tingkah laku setelah membeli.

Awalnya konsumen tersadar akan adanya kebutuhan terhadap sesuatu. Setelah memahami kebutuhannya, ia akan menujukan perhatiannya terhadap hal tersebut dan mencari informasi lebih banyak. Biasanya, informasi yang didapatkan menghadirkan terdapat berbagai produk atau jasa alternatif, sehingga ia perlu mengevaluasi pilihan tersebut. Setelah dirinya yakin akan produk dari brand tertentu, barulah ia akan membuat keputusan membeli. Tidak sampai di situ, karena konsumen juga akan menunjukkan tingkat kepuasan yang merupakan tingkah lakunya setelah membeli. 

Jika pembelian produk menjadi lebih rutin, umumnya konsumen akan melompati tiga tahap pertama. Namun, pembeli akan memulai seluruh tahapan itu lagi ketika mereka menemukan produk dan layanan baru.

Setelah memahami bagaimana konsumen berproses untuk membeli sesuatu, perlu diketahui juga ada berbagai faktor yang memengaruhinya. 

 

Faktor dalam Buat Keputusan Membeli

Saat ini faktor konsumen untuk memutuskan bertransaksi dapat dipengaruhi secara online berkat internet yang melahirkan media sosial, perusahaan e-commerce, dan sebagainya. Masyarakat menggunakan media sosial sebagai sarana untuk mendapatkan informasi yang cepat. Hal ini tentunya bisa dimanfaatkan ketika konsumen berada pada tahapan mencari informasi. 

Dalam jurnal berjudul ‘E-loyalty - Exclusive Ideal or Competitive Edge’ oleh Devaraj (2003), dkk., keputusan membeli secara online dipengaruhi oleh efisiensi untuk pencarian, value, dan interaksi. 

Konsumen suka menghemat waktunya, sehingga mereka lebih cenderung mencari hal yang memudahkan mereka mencari informasi, produk, penjual, dan melakukan penawaran. Selain itu, masyarakat juga akan memperhatikan nilai lebih dari produk atau jasa tersebut. Hal ini biasanya juga dipengaruhi oleh ulasan independen terhadap barang atau jasa untuk meyakinkan konsumen. Yang terakhir, interaksi di mana konsumen bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dan mendapatkan jaminan keamanan. 

Melihat tiga faktor ini saja, apakah terlihat celah dimana influencer dapat berperan untuk membantu brand menarik konsumen?

 

Efektivitas Influencer

Banyak literasi ilmiah yang bisa membuktikan adanya pengaruh dari kolaborasi dengan influencer terhadap minat beli konsumen. Umumnya kegiatan kolaborasi yang dilakukan adalah endorsement yang menurut Shimp (2003) adalah kegiatan periklanan yang menggunakan tokoh terkenal untuk menyampaikan pesan brand.

Salah satu penelitiannya adalah milik Rima Dwi Anggraeni, dkk (2018). yang meneliti pengaruh endorsement beauty vlogger terhadap minat beli make up brand lokal, LT Pro. Peneliti mendapati 113 responden dan menunjukkan adanya pengaruh endorsement yang dilakukan LT Pro dengan beberapa beauty vlogger terhadap minat beli konsumen. 

Penelitian lain dari Nur dan Linda (2020) juga mendapati adanya hubungan beauty vlogger dengan minat beli kosmetik Wardah. Konsumen cenderung mempunyai tingkat minat lebih tinggi apabila beauty vlogger mengulas tentang produk tersebut mempunyai kredibilitas yang tinggi. 

Hanya saja kedua penelitian tersebut belum bisa membuktikan adanya peningkatan penjualan dari kegiatan beauty vlogger, dan belum ada pengukuran terhadap tingkat kredibilitas beauty vlogger. Pada akhirnya, efektivitas influencer dalam pemasaran tidak bersifat mutlak dan dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. 

Praktisi PR tentunya perlu beradaptasi dalam menacri beragam cara untuk menjangkau target audience yang tepat dan mendorongnya untuk membeli produk atau menggunakan jasa dari brand. Oleh karena itu, pemasaran melalui KOL merupakan suatu hal yang patut dipertimbangkan dan dirancang sebagai kegiatan yang efektif untuk mendatangkan implikasi yang baik untuk brand.

 

Peran Praktisi PR

Pada jurnal milik Safitri (2019) kerja sama dengan KOL umumnya melalui empat tahapan besar, yaitu penentuan tujuan, pemilihan saluran media sosial, eksekusi, dan analisa hasil kampanye.

Agar kampanye berjalan secara efektif diperlukan suatu tujuan spesifik yang ingin dicapai, seperti meningkatkan brand awareness, menciptakan buzz, dan mempopulerkan brand ataupun jasa yang ditawarkan. Setelah tujuannya sudah jelas, praktisi PR harus memilih platform yang tepat untuk menjangkau para konsumen. Praktisi PR juga harus tahu masing-masing katrakter dari media sosial yang akan digunakan, misalnya menggunakan YouTube untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif karena kontennya yang berbentuk video panjang. Sedangkan untuk menarik perhatian dan memberikan sekadar awareness, Instagram bisa jadi platform yang tepat. Saluran media sosial yang digunakan dapat melengkapi satu sama lain sesuai dengan kebutuhan kampanye, misalnya memasang poster atau teaser peluncuran produk, lalu mengarahkan audience ke YouTube untuk memberikan informasi dan pengalaman lebih. 

Selanjutnya, tahap pengimplementasian atau pelaksanaan kampanye. Pada penelitian Safitri, setiap KOL dapat dikelompokan berdasarkan karakteristiknya, sehingga KOL dapat dipilih berdasarkan kebutuhan praktisi PR agar bisa berjalan dengan efektif. Dalam memilih KOL biasanya praktisi PR memperhatikan jumlah pengikut, karakteristik, keahlian di bidangnya, dan kemampuannya untuk menarik perhatian pengikut.

Terakhir, kemampuan menganalisis seorang PR diperlukan untuk mengevaluasi jika kampanye yang telah dilaksanakan sudah mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di awal. Hal terpenting yang perlu dianalisis adalah Key Performance Indicator (KPI) seperti seberapa jangkauan konten (reach), jumlah pengikut yang membuka konten (impressions), dan seberapa banyak orang yang melakukan aktivitas tertentu seperti like atau memberi komentar untuk berinteraksi (engagement).

Setiap KOL mempunyai karakteristiknya masing-masing serta karakteristik pengikut yang juga berbeda. Semua KOL juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Pada akhirnya, kemampuan praktisi PR untuk menjalakan keempat tahapan yang diungkapkan oleh Safitri (2019) akan menjadi penentu dari kesuksesan kegiatan pemasaran melalui KOL. 

--
Sumber:

Anggraeni, Rima D., Edriana P., and Lussy D.2018. Pengaruh Endorsement Beauty Vlogger Terhadap Minat Beli Make Up Brand Lokal (Survey pada Peminat Kosmetik LT Pro yang Dipengaruhi oleh Video Vlog). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 60 No. 1.

Dodson, I.2016. Digital Marketing : The Definitife Guide to Creating Strategic Targeted And Measurable Online Campaigns. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Hidayati, N. & Linda Y.2020.Pengaruh Beauty Vlogger, Citra Merek Dan Label HalalTerhadap Minat Beli Produk Kosmetik Wardah.JSMA (Jurnal Sains Manajemen & Akuntansi)Volume 12No.1 /Mei/2020.

Safitri, Y. & Sari R.2019.Strategi Kampanye Public Relations melalui Peran Key Opinion Leader di Indonesia.Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia - Vol. 02, No. 02.

Comments
Leave your comment