• Home
  • Current: Stories

Potong Gaji yang Berakhir Pemberontakan

08 Feb 2022 | STORIES | 0 Comment
Title News

Sumber : Wikipedia

89 tahun silam, tepatnya pada 5 Februari 1933, terjadi sebuah kudeta dari orang Indonesia melawan orang Belanda yang berakhir pada pengambilalihan kapal angkatan laut terbesar yang mereka miliki bernama 7 Provinsi, atau dalam bahasa belandanya, ‘De Zeven Provinciën’. Peristiwa pemberontakan tersebut dipicu oleh masalah kecil dalam cara para pemimpin berkomunikasi dengan bawahannya. Melalui kisah ini, kita bisa sama-sama belajar untuk memahami pentingnya berkomunikasi dalam organisasi agar terhindar dari permasalahan serupa.

 

Kapal De Zeven Provincien merupakan kapal yang memuat banyak sekali penumpang, tahanan, dan mempekerjakan banyak marinir, baik asal Eropa maupun Indonesia. Pada tahun 1933, pemerintahan Hindia Belanda mengumumkan akan melakukan pemotongan gaji karena adanya defisit anggaran negara. Perkara yang sederhana, walau memang merugikan para pekerja, kebijakan pemotongan gaji bukanlah sebuah hal baru di masa itu. Yang menjadi masalah adalah ketika Gubernur Jenderal De Jonge, yang pada saat itu mengusulkan kebijakan tersebut, memotong gaji para kelasi selama 2 bulan berturut-turut, dimulai dari sebesar 10% dan kemudian 7%. Belum cukup sampai di sana, pemangkasan juga hampir terjadi untuk ketiga kalinya di bulan yang sama, namun ditolak oleh Komandan Angkatan Laut Hindia Belanda yang bertugas, J.F. Osten.

 

Kejadian tersebut berujung pada perlawanan dijalankan oleh marinir Indonesia dan bahkan dibantu oleh beberapa kelasi Eropa. Walau sebetulnya kejadian tersebut sukses ditangani oleh pemerintah Belanda, namun dampak dari peristiwa tersebut tidak bisa dibilang kecil. Gubernur De Jonge saat itu mendapat berbagai serangan bahkan di antara politisi Belanda, sejumlah media massa yang melaporkan kejadian tersebut dibredel, dan tentu banyak awak kapal yang tewas dalam aksi tersebut. Rangkaian kejadian ini berlangsung  karena pemotongan gaji, apakah itu tidak berlebihan?

 

Hingga saat ini, pemotongan gaji masih lazim terjadi sebagai upaya organisasi besar untuk merampingkan anggaran belanja mereka, lantas, apa yang membuat pemotongan gaji para kelasi tersebut mendapat perlawanan yang berdarah? Penting untuk diketahui bahwa dalam melakukan perubahan atau kebijakan baik dalam skala kecil maupun besar, untuk menginformasikan secara detail dan berdiskusi kepada semua pihak yang berkepentingan. Proses komunikasi secara dua arah harus berjalan dalam mencapai keberhasilan perubahan tersebut demi meminimalisir kesalahpahaman serta dampaknya.

 

Tentu bisa terbayang oleh kita semua, merupakan bagian dari sebuah kapal perang terbesar milik Belanda, bekerja, makan, dan tidur bersama lebih dari 200 awak kapal dengan kondisi bekerja yang buruk dan penuh tekanan. Ditambah lagi dengan pemotongan gaji secara sepihak oleh pemimpin kapal, apakah hal tersebut tidak membuat kita semakin geram? 

 

Andai saja, saat itu Gubernur De Jonge memberi ruang diskusi kepada setidaknya Komandan Angkatan Laut, mungkin saja pemberontakan ini bisa terhindar karena adanya kejelasan informasi. Atau jika kapten kapal De Zeven Provinciën dapat menjaga alur komunikasi yang baik dengan bawahannya, apakah kudeta tersebut masih terjadi? Mungkin kita tidak akan tahu, namun yang kita sama-sama ketahui, simpang-siur informasi hanya akan membuat masalah kecil menjadi lebih rumit daripada semestinya. Pada akhirnya, muncul perkara yang tidak kita inginkan, bahkan di luar dugaan kita.

 

Written by: Samuel Wangsa
Comments
Leave your comment