Sering sekali pertanyaan “Apa profesi kamu?” terlontar ketika bertemu dengan orang baru atau berkumpul dengan orang-orang terdekat. Ketika Saya (atau mungkin Anda) menjawab Public Relations, maka kerap muncul beragam persepsi tentang profesi tersebut. Dari anggapan mereka bahwa PR adalah profesi yang (hanya) pintar berbicara di depan umum, yang hanya mementingkan penampilan, hingga dianggap profesi dengan kegemaran berpesta. Ada juga yang menyamakan kami seperti tokoh Emily di serial Emily in Paris, yang tidak pernah mengejar deadline dan tidak pernah mengeksekusi idenya dengan tangannya sendiri. Padahal, tidak seindah dan semudah itu, kawan!
Mari kita kupas satu-satu persepsi yang kurang tepat tentang profesi PR
1. PR sama dengan Iklan (advertising)
Persepsi tidak tepat ini yang paling umum terjadi. Memang PR dan advertising sering menjadi bagian dari kegiatan pemasaran untuk mengomunikasikan pesan dari perusahaan. Namun, pada dasarnya keduanya merupakan hal yang berbeda. Iklan merupakan aktivitas berbayar untuk menyampaikan pesan yang dirancang untuk mempromosikan dan menjual produk dan/ atau jasa, sedangkan PR merupakan kegiatan untuk mengatur penyebaran pesan antara perusahaan dengan masyarakat untuk membangun kredibilitas. Iklan bertujuan untuk mendorong penjualan dan transaksi dari publik terhadab barang atau jasa, sedangkan PR bertujuan untuk menjaga reputasi perusahaan. Kerap kali memang kita bekerja beriringan dan saling mendukung untuk mencapai tujuan dari perusahaan.
2. PR yang penting penampilan dan pintar berbicara di depan umum
Kenyataanya tidak semua PR itu mempunyai kemampuan berbicara di depan umum dan tidak selamanya PR menjadi juru bicara perusahaan. Namun, mereka mempunyai kemampuan menciptakan pesan yang ingin disampaikan dan membuat rencana dan langkah strategis untuk menciptakan citra perusahaan yang baik. Itu alasan tidak semua PR tampil di media massa. Biasanya, PR akan menyarankan orang dalam perusahaan yang lebih mempunyai kapabilitas yang bisa mewakilkan perusahaan menyampaikan pesan. Penampilan kami yang rapih adalah sebuah keseharusan sebagai seorang profesional. Kalau kami selalu dianggap cantik atau tampan, kami anggap itu adalah bonus, karena menjadi parktisi PR yang terampil tidak ada hubungannya dengan pemnampilan yang menarik.
3. Hidup santai, sering berpesta, dan bertemu banyak orang
Hidup kami tidak sesantai tokoh Emily di serial Emily in Paris yang tayang di Netflix itu. Dikejar deadline adalah “makanan” sehar-hari kami untuk benar-benar mendukung perusahaan dalam mencapai tujuan komunikasinya. Apakah kami sering berpesta dan bertemu banyak orang? Tentu! Namun, itu juga merupakan bagian dari pekerjaan seorang PR. Kami menyebutnya dengan networking yang bertujuan untuk menjaga hubungan kami dengan orang-orang yang dianggap berpotensial. Pada acara networking ini juga menjadi cara kami untuk bertukar pikiran terkait isu dalam pekerjaan.
4. Bisa mengontrol media karena punya banyak teman jurnalis
PR dan Jurnalis kerap bekerja beriringan pada prakteknya, sehingga kami sering bertukar informasi. PR mempunyai informasi dari perusahaan yang perlu ditayangkan, sedangkan jurnalis butuh beberapa informasi dari PR untuk keperluan kontennyannya di media. Tapi bukan berarti PR bisa seenaknya memaksakan semua berita atau informasi yang dimiliki agar bisa ditayangkan oleh jurnalis, walaupun akrab sekalipun. Jurnalis memerlukan informasi yang memiliki nilai berita untuk para pembaca. Umumnya, mereka mempunyai agenda atau fokus topik yang ingin ditulis.
Banyak orang yang masih asing dengan profesi PR dan hanya mendapatkan pemahaman tentang profesi tersebut dari media seperti buku fiksi dan film yang terkadang mengaburkan persepsi soal PR. Gambaran yang disampaikan oleh media fiksi tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Profesi PR membutuhkan keterampilan, sikap yang baik, dan pengetahuan yang luas untuk membantu keberhasilan perusahaan. Untuk memahaminya lagi, kamu bisa soba simak ulasan “Public Relations: Itu Apa, Ya?”.
---
Sumber: by Inspiring from Freepik.com